BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO, 2011 memperkirakan ada 20 juta kejadian aborsi tidak aman di dunia, 9,5 % (19 dari 20 juta tindakan
aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13 % dari
total perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian.
Resiko kematian akibat aborsi yang tidak aman di wilayah Asia diperkirakan 1
berbanding 3700 dibanding dengan aborsi. Diwilayah Asia Tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000
sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 di antaranya berakhir dengan
kematian.
Menurut WHO, 1995 Data demografi
menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia
menurut WHO pada tahun 1995 sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja
berumur 10-19 tahun. Sektiar 900 juta berada dinegara sedang berkembang. Data
demografi di Amerika Serikat 1990 menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun
sekitar 15% populasi. Jumlah penduduk di Asia Pasifik merupakan 60% dari
penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun.
Menurut LSM,
2008 jumlah kasus pengguguran kandungan / aborsi setiap tahunnya mencapai 2,3
juta, dan 30 persen di antaranya dilakukan oleh remaja. "Kehamilan yang
tidak diinginkan pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat berkisar
150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahunnya," Kata Luh Putu Ikha Widani
dari Lembaga Swadaya Masyarakat , Kita Sayang Remaja Bali di Denpasar Senin. Ia
mengatakan, servei yang pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia
menunjukkan KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam
lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar.
Biro Pusat Statistik / BPS tahun 1999 di Indonesia
kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja
laki-laki dan 49,1% remaja perempuan .Angka aborsi di Indonesia
diperkirakan mencapai 2,3 juta pertahun. Sekitar 750.000 diantaranya dilakukan
oleh remaja. Setahun kemudian terjadi kenaikan terjadi kenaikan cukup
besar. (Soetjiningsih, 2004)
Menurut majalah gemari, 2001 ancaman pola hidup seks bebas remaja secara
umum baik dipondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Pakar
seks di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan
hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an,
menjadi 20% pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, menurut Dr.Boyke,
dikumpulkan dari berbagai penelitian dibeberapa kota besar di Indonesia,
seperti Jakarta, Surabaya, Palu, dan Banjarmasin. Bahkan di Pulau Palu,
Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan
hubungan seks pra nikah mencapai 29,9%.
Berbagai laporan di Indonesia
menunjukkan bahwa kelompok umur paling banyak menderita IMS adalah kelompok
umur muda. Selama 2 tahun / 1993-1994 di Rumah Sakit Pringadi Medan untuk
penyakit kondiloma akuminata tercatat 35,4% adalah penderita kelompok umur
20-24 tahun, 33,3% dari kelompok umur 25-29 tahun. Selama 4 tahun / 1990-1994
di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang tercatat 3803 kasus IMS pada unit rawat
jalan,1325 kasus 38,8% adalah penderita umur 15-24 tahun,dan tercatat 1768
orang 46,5% adalah umur 25-34 tahun. Demikian juga halnya di Rumah Sakit Umum
Pemerintah Sanglah Denpasar, tercatat 59,1% dari penderita IMS yang tercatat
antara tahun 1995-1997 adalah kelompok remaja. (Soetjiningsih, 2004)
Menurut Kusmaryanto, 2002 tiap tahun jumlah wanita yang melakukan
aborsi sebanyak 2,5 juta.
seminar yang diadakan tanggal 6 Agustus 2001 di Jakarta Utomo,B, melaporkan
hasil penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia
tahun 2000, menyimpulkan bahwa di Indonesia terjadi 43 aborsi per 100 kelahiran
hidup. Ia juga menyampaikan bahwa sebagian besar aborsi adalah aborsi yang
disengaja, ada 78 % wanita diperkotaan dan 40 % di pedesaan yang melakukan
aborsi dengan sengaja.
Masalah pelacuran pelajar sekolah memang menjadi masalah khas kota besar.
Sebuah penelitian terbaru menunjukkan, ratusan pelajar putri di Medan
terjun ke dunia pelacuran. Jumlah ini baru merupakan angka hasil penelitian.
Diperkirakan angka sesungguhnya jauh lebih banyak. Angka ratusan merupakan
hasil penelitian lembaga Pusat Kajian dan Perlindungan Anak / PKPA. Penelitian
yang didukung Kementerian Pemberdayaan Perempuan itu juga menyimpulkan, ratusan
pelajar putri yang terlibat pelacuran itu, bagian dari sekitar 2 ribu anak
korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak / ESKA. Direktur PKPA Ahmad Sofian
menyatakan, penelitian itu dilakukan PKPA secara singkat selama tiga bulan,
yakni September hingga November 2007. Sebanyak 50 responden yang berhasil
diwawancarai secara mendalam, 39 di antaranya berstatus pelajar. Dari jumlah
itu, 14 di antaranya berstatus siswi SMP dan 27 berstatus siswi SMA/SMK. (Ahmad
sofian, 2007)
Menurut Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku / SSP 2002-2003 di
Indonesia, di Kabupaten Deli Serdang terdapat 250 WPS / Wanita Penjaja Seks
langsung dan 200 WPS tidak langsung yang sebagian besar berasal dari kalangan
remaja (BPS, 2004).
Seks bebas adalah tingkah laku yang didorong
oleh hasrat seksual yang ditujukan dalam bentuk tingkah laku. Tingkah ini beraneka ragam, mulai dari
saling tertarik dengan lawan jenis, lalu berkecan, bercumbu dan diakhiri dengan dampak
yang tidak baik, lalu akhirnya dampak
tersebut akan timbul baik bagi
lingkungan, sosial, maupun pribadi terutama sangat berdampak
pada psikologis. Jika lingkungan psikologis terganggu maka sosial pun akan berubah
(Sarwono, 2002)
Menurut Amirudin, 1997 Seks bebas atau dalam bahasa populernya extra-marital
intercourse atau kinky-seks merupakan bentuk pembebasan seks yang
dipandang tidak wajar. Tidak terkecuali bukan saja oleh agama dan negara tetapi
juga oleh filsafat. Seks bebas merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa
dilandasi oleh suatu ikatan perkawinan yang sah. Perilaku ini cenderung disukai
oleh anak muda terutama kalangan remaja yang secara bio-psikologis sedang tumbuh
menuju proses pematangan.
Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka
waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Pada kondisi ini
remaja sangat labil karena mereka masih mencari jati dirinya. Dimana mereka beringinan
dirinya dianggap gaul dan dewasa dengan menirukan orang lain. Apabila mereka
tidak didukung pendidikan orang tua dan agama yang kuat akan terjerumus ke hal
– hal yang merugikan banyak pihak, terutama dirinya sendiri (Soetjiningsih,
2004)
Masyarakat menghadapi kenyataan bahwa
kehamilan pada remaja semakin
meningkat menjadi masalah. Masih derasnya arus informasi yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual remaja terutama di daerah
perkotaan yang mendorong remaja melakukan hubungan
seksual pranikah. Dimana pada akhirnya remaja mendapat ancaman bahaya dalam melakukan hubungan seks bebas sehingga memberikan
konflik bagi mereka
seperti : putus sekolah, psikologis terganggu, tekanan ekonomi, dan masalah dengan keluarga serta masyarakat
sekitarnya dan para remaja putri menjadi hamil
di luar nikah (Manuaba, 1998).
Menurut Soetjiningsih, 2004 perilaku seks bebas yang dilakukan oleh
remaja tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan remaja mengenai seks bebas
tersebut. Berdasarkan hasil survey SKRRI 2002-2003, pengetahuan seks remaja
Indonesia masih relatif rendah, pengetahuan remaja laki laki hanya 46,1% dan
pengetahuan remaja perempuan hanya sekitar 43,1%. Dari data lain diketahui
hanya 55% remaja yang mengetahui proses kehamilan dengan benar, 42% mengetahui
tentang HIV/ AIDS dan hanya 24% mengetahui tentang PMS.
Berdasarkan Laporan Hasil Survei MCR-PKBI / Mitra Citra Remaja Jawa
Barat, terdapat delapan faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pranikah
atau seks bebas remaja. Berdasarkan jawaban yang masuk, faktor sulit
mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat tertinggi 63,68%,
selanjutnya faktor kurang taat menjalankan agama 55,79%, rangsangan seksual
52,63%, sering nonton blue film 49,47%, tidak ada bimbingan orang tua
9,47%, pengaruh tren 24,74%, tekanan dari lingkungan 18,42%, dan masalah
ekonomi 12,11% (Tempo, 2006).
Menurut Nofdianto, 2008 menurut Program Manajer Dkap PMI Provinsi Riau
Nofdianto seiring Kota Pekanbaru, 2008 pergaulan
bebas di kalangan remaja telah mencapai titik kekhawatiran yang cukup
parah, terutama seks bebas. Mereka begitu mudah memasuki tempat-tempat khusus
orang dewasa, apalagi malam minggu. Pelakunya bukan hanya kalangan SMA, bahkan
sudah merambat di kalangan SMP. ‘’Banyak kasus remaja putri yang hamil karena
kecelakan padahal mereka tidak mengerti dan tidak tahu apa resiko yang akan
dihadapinya,’’
Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan dari masa kanak-kanak
kemasa dewasa, suatu tahap perkembangan sudah dimulai namun yang pasti setiap
laki-laki maupun perempuan akan mengalami suatu perubahan-perubahan yang
terjadi pada remaja adalah munculnya dorongan-dorongan seks, perasaan yang
terjadi pada remaja menimbulkan berbagai bentuk ekspresi hubungan seks
(Pangkahila, 1998).
Menurut Laksmiwati, 1999 sudut pandang kesehatan masalah yang sangat
mengkhawatirkan pada masa kelompok usia remaja adalah masalah yang berkaitan
dengan seks bebas / unprotected
sexuality, penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS), kehamilan
diluar nikah atau kehamilan yang tidak diinginan dari kalangan remaja / adolocent unwanted Pregnancey dan
aborsi yang tidak aman.
Dikalangan remaja telah terjadi revolusi dalam hubungan seksual menuju
kearah liberalisasi tanpa batas. Kebanggaan terhadap kemampuan untuk
mempertahankan kegadisan sampai pada pelaminan telah sirna, oleh karena kedua
belah pihak saling menerima kedudukan baru dalam seni pergaulan hidupnya.
Informasi yang cepat dalam berbagai bentuk telah menyebabkan dunia semakin menjadi
milik remaja. Informasi tentang kebudayaan hubungan seksual telah mempengaruhi
kaum remaja Indonesia, sehingga telah tejradi suatu revolusi yang menjurus
makin bebasnya hubungan seksual pranikah (Manuaba, 1998).
Menurut Ida Bagus Nyoman Banjar, Kepala Bidang Pengendalian Masalah
Kesehatan Dinas Kesehatan Dinkes DKI, 2010 mengatakan Sedikitnya 9.060 warga
Jakarta mengidap penyakit yang ditularkan dari hubungan seksual tersebut. Dari
total jumlah 9.060 penderita, 3.007 orang diantaranya berusia 14 sampai dengan
24 tahun. Sedangkan sisanya 5.863 penderita berusia di atas 24 tahun. penyakit
kelamin, lebih banyak dialami kaum perempuan sebanyak 5.051 orang dan laki-laki
4.009 orang. Kebanyakan penyakit kelamin ini ditimbulkan dari pola seksual yang
salah, sehingga jika tidak diwaspadai maka akan berpotensi pada HIV/AIDS.
(Dinkes, 2010)
Data BKBN, 2010 mencatat sebanyak
51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan hubungan layaknya suami istri.
Selain Jabodetabek, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain seperti
Surabaya di mana remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang
mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37
persen. Bahkan hasil survei Komisi Perlindungan Anak / KPA terhadap 4.500
remaja mengungkap, 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi
dan 93 persen pernah berciuman bibir. Survei yang dilakukan di 12 kota besar
belum lama ini, juga menunjukkan 62,7 persen responden pernah berhubungan badan
dan 21 % di antaranya telah melakukan aborsi.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka
rumusan masalah penelitian yang berjudul “gambaran
pengetahuan sikap dan tindakan remaja tentang seks bebas”
C. Tujuan
a.
Tujuan
umum
Mengetahui gambaran
pengetahuan sikap dan tindakan seks bebas remaja
b.
Tujuan
khusus
a.
Mengetahui
gambaran seks bebas
b.
Mengetahui
sikap dan tindakan seks bebas
c.
Mengetahui
bahaya seks bebas di kalangan remaja
d.
Mengetahui
akibat perilaku seks bebas